Bagaimana Mengenali Film Jelek Sebelum Pergi ke Bioskop?
Yang harus dipahami terlebih dahulu, sekarang bukan eranya lagi seorang aktor jadi jaminan sebuah film berkualitas atau tidak. Pun juga, seorang aktor bukan lagi jaminan film sukses di box office.
Sejak Hollywood kian gandrung bikin film blockbuster yang mengandalkan efek khusus dahsyat, jagoan sebenarnya sebuah film adalah para ahli komputer yang bikin efek-efek tersebut. Robert Downey Jr. jadi aktor paling menguntungkan buat studio filmnya bukan semata karena ia paling pas jadi Iron Man, melainkan juga film Iron Man sendiri dibuat spektakuler oleh Marvel Studios.
Seorang Aktor dengan predikat "A" besar bisa terpeleset main film yang tak disukai penonton. Contoh jelas untuk ini adalah Tom Cruise. Sebelum meraih sukses lagi tahun ini lewat Mission: Impossible 5, film-film duda Katie Holmes ini tak terlalu baik di box office.
Film-film Cruise dari 2008 hingga 2013--Valkyrie (2008), Knight and Day (2010), Jack Reacher (2012), atau Oblivion (2013)--tak berhasil mencapai USD 100 juta di Amerika. Edge of Tomorrow yang disukai kritikus pun tak terlalu disukai masyarakat kebanyakan.
Hal di atas sepatutnya jadi patokan Anda untuk tak lagi mengandalkan sang bintang sebagai pertimbangan pertama sebelum nonton film.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana mengenali film jelek walaupun yang main bintang idola?
Paling mudah mencari tahu reputasi filmnya dulu di dunia maya. Di AS sana ada laman macam Metacritic dan RottenTomatoes yang mengumpulkan sekumpulan pendapat kritikus film atas sebuah film. Film yang dapat skor tomat busuk alias "rotten" bila terdapat kurang dari 59 persen kritik yang suka. Film yang dapat skor segar alias "fresh" bila disukai oleh lebih dari 60 persen kritikus. Sedang yang dapat predikat sertifikat dijamin segar atau "certified fresh" adalah yang disukai 75 persen atau lebih.
Sekali lagi, kebanyakan kritikus punya pandangan elitis dalam memandang film baik dan buruk. Bagi kebanyakan kritikus misalnya, Transformers 4 atau Transformers: Age of Extinction (2014), masuk kategori film buruk. Di Rotten Tomatoes skornya 18 persen. Namun toh bagi kebanyakan orang di seluruh dunia film tersebut disukai. Hal ini terlihat dari raihan uang dari film tersebut di seluruh dunia, yakni USD 1,1 miliar setara Rp 14,9 triliun.
Intinya, yang hendak saya katakan, Anda boleh percaya atau tidak dengan omongan kritikus. Toh tugas mereka, antara lain adalah memberi penilaian dan petunjuk agaar Anda tak tertipu sebelum nonton ke bioskop.
Oh iya, ada satu hal tambahan yang bisa juga jadi petunjuk kecil sebuah film jelek terkait kritikus dan studio film. Di Hollywood sana, tentu lazim studio mempertontonkan filmnya lebih dulu pada kritikus. Namun, kalau pihak studio merasa kurang percaya diri dengan filmnya (baca: menurut mereka filmnya juga jelek), para kritikus bakal dilarang mengulas filmnya sebelum rilis. Sebab, kritik buruk sebelum film edar sama saja dengan promosi buruk.
Petunjuk lain mengenali film buruk dari trailernya. Di dunia maya bertebaran petunjuk macam begini. Trailer sejatinya adalah iklan dari sebuah film. Iklan berfungsi mengajak konsumen tertarik pada produk yang diiklankan.
Trailer yang mengindikasikan filmnya buruk bisa ditelisik dari apa yang disuguhkannya. Misal, jika menemukan trailer yang menunjukkan poin-poin kunci filmnya, Anda patut waspada. Itu berarti sineasnya sendiri tak pede dengan filmnya sampai di trailer pun harus dijelaskan cerita filmnya.
Petunjuk lain dari trailer, waspada pula dengan film yang di trailernya menyebut "From the Producer of..." atau "From the People Who Brought You..." Anda harus paham, dalam hirarki pembuatan film tugas produser bukan yang sehari-sehari menggawangi sebuah film. Itu tugas sutradara. Sedangkan jika di trailernya sineas tak menyebutkan nama pembuatnya, berarti mereka juga tak percaya diri.
Selain melihat ulasan di luar negeri atau lihat trailernya, yang paling utama agar tak tertipu dengan film jelek adalah percaya pada teman yang sudah nonton.
Jika Anda punya teman yang bilang sebuah film A jelek, Anda sepatutnya percaya padanya. Toh dia teman Anda. Jarang ada orang yang ingin temannya kena tipu, termasuk urusan nonton film.
Oke bagaimana kalau kondisinya seperti ini: belum ada media yang mengulas filmnya, trailernya tampak menjanjikan, dan belum ada juga teman yang sudah nonton duluan, apa kita bisa tertipu oleh sebuah film di bioskop?
Hm, jika begitu sih mungkin sekali. Namun saya sejak dulu percaya, menonton film baik ataupun jelek, sama manfaatnya. Film baik mengajarkan kita banyak hal, tentu. Tapi untuk tahu sebuah film baik, kita juga tak boleh menutup diri dengan tontonan jelek.
Jadi, tak mengapalah sesekali kita tertipu nonton film jelek. Dari situ kemampuan kita menganalisis film bisa makin terasah.
source : liputan6.com
Reply to this post
Posting Komentar